Wednesday, March 3, 2010
Mengupas Karya Goethe di Pesantren API(1)
Posted by
tukang semir
/ On : 6:25 PM/ Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang sederhana ini. Semoga memberikan manfaat meski tidak sebesar yang Anda harapakan. untuk itu, berikanlah kritik, saran dan masukan dengan memberikan komentar. Jika Anda ingin berdiskusi atau memiliki pertanyaan seputar artikel ini, silahkan hubungan saya lebih lanjut via e-mail di herdiansyah_hamzah@yahoo.com.
Mencitrakan Islam untuk Semua Umat
oleh Sholahuddin al-Ahmed
Filsuf dan penyair Jerman Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) boleh dibilang pemikirannya mengispirasi gerakan dialog Barat (Nasrani) dan Timur (Islam). Jembatan antara Barat dan Timur dibangun di atas konstruksi pemikirannya yang menghargai al-Quran sebagai maha kitab dan mengagumi agama Islam yang jauh dari gerakan fundamental.
Benang merah pemikiran itu kembali dipertegas dalam sebuah acara ‘’Dialog Karya-Karya Goethe: Perintis Dialog Islam-Barat’’ di Pondok Pesantren API Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Penyair asal Jerman Berthold Damshauser datang ke sana membawakan syair-syairnya Goethe. Turut mendampingi di panggung adalah penyair kaliber dunia asal Magelang Dorothea Rosa Herliany dan juga budayawan Sosiawan Leak.
Diantara penonton yang hadir adalah para santriawan dan santriwati API. Santri yang saban hari mengkaji kitab bermazhab Safi’I, Hanafi, Maliki dan Hambali itu tiba-tiba jauh meroket mengkaji pemikiran filsuf Jerman.
Dialog ini memang bukan membahas masalah (bahsul masail)fiqiyah atau tauhid bersumber keempat mazhab di atas. Bukan pula mengkaji mazhab Frankfurt (sebuah nama yang diberikan kepada kelompok filsuf yang memiliki afiliasi dengan Institut Penelitian Sosial di Frankfurt Jerman--konsentrasi kajian pemikiran neo-Marxisme dan kritik terhadap budaya).
Meski demikian para santri menikmati syair-syair Goethe yang cenderung sufistik. Melalui syair itu setidaknya mereka menjadi lebih tahu, pandangan orang Barat tentang agama yang mereka anut.
Dialog sastra yang didukung Goethe Institut Jerman, seperti menyederhanakan persoalan filsafat yang mengangkasa menjadi lebih ringan diterima para santri dan para peserta lainnya. Sepertinya mereka sepakat tak ada dikotomi antara Islam dan Barat. Karena Islam untuk semua umat.
Di panggung Berthold membacakan sejumlah puisi karya Goethe berbahasa Jerman sedangkan Rosa dan Leak membacakan puisi Goethe dalam terjemahan bahasa Indonesia.
Properti puluhan lentera berderet, tatanan indah beberapa lembar daun kelapa (blarak) menghidupkan suasana gelar sastra malam itu. Puisi berjudul ‘’Raja Mambang’ dibaca pertama kali oleh Leak disusul pembacaan puisi itu berbahasa Jerman ‘’Erlkonig’’ oleh Berthold.
Rosa pun menyusul dengan suguhan berturut-turut tiga puisi pendek Goethe bernada cinta, ‘’Dari Gunung Ke Laut’’ (Vom Berge In die See), ‘’Dari Gunung’’ (Vom Berge), dan ‘’Dendang Malam Pengembara’’ (Wanderers Nachtlied).
‘’Ini puisi cinta Goethe, ketika dia jatuh cinta kepada gadis bernama Lili dan ketika dia putus cinta dengan Lili,’’kata Rosa memecah kehening suasana.
Kemudian membacakan lagi puisi berjudul ‘’Mukadimah Diwan’’ (Zum Diwan), nukilan ‘’Kitab Parabel’’ (Buch Der Parabeln), ‘’Sabda Sang Nabi’’ (Der Prophet Spricht), nukilan ‘’Kitab Kedai Minuman’’ (Das Schenkenbuch), ‘’Rindu Dendam’’ (Selige Sehnsucht), dan ‘’Prarasa’’ (Vorschmack).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment