Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Thursday, March 4, 2010

Mengupas Karya Goethe di Pesantren API(2-habis)

/ On : 6:31 PM/ Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang sederhana ini. Semoga memberikan manfaat meski tidak sebesar yang Anda harapakan. untuk itu, berikanlah kritik, saran dan masukan dengan memberikan komentar. Jika Anda ingin berdiskusi atau memiliki pertanyaan seputar artikel ini, silahkan hubungan saya lebih lanjut via e-mail di herdiansyah_hamzah@yahoo.com.

Melihat Islam dari Puncak Keberpasrahan pada Tuhan
oleh, Sholahuddin al-Ahmed

Jika diamati karya-karyanya Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) mengapreasi dan penghargaan karya sastra Arab. Setidaknya ini membuktikan kedekatannya secara pribadi dengan warna dan nilai sastra mahatinggi. Karyanya itu digemakan lagi di Kompleks Pondok Pesantren API Tegalrejo, baru-baru ini.

Dalam beberapa puisi, Goethe terkesan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada bangsa Arab karena cukup mengilhami dan memberi sumbangsih warna sastra tersendiri dalam karya-karyanya.

Hal itu juga tak lepas dari perkenalan Goethe dengan sastra Arab, secara intensif bermula semenjak ia tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Leipzig, tahun 1761 atau pertengahan abad XVIII.

Saat Barat menyemarakkan studi-studi antropologis dan ekspedisi-ekspedisi geografis ke daratan Arab. Dalam buku keenam dari Puisi dan Cinta, Goethe mencatat perhatian besarnya pada hasil-hasil ekspedisi itu. Terutama pada Carsten Neibhur yang pernah mengunjungi Mesir, Yaman dan daerah-daerah Arab lainnya (1767).

Dari perjalanan ekspedisi dan riwayat pendidikan Goethe yang serius mengkaji Islam, maka tak diragukan lagi bahwa dia begitu dekat dengan bangsa Timur dan keilmuan Islam. Hingga akhirnya dalam karyanya, dia membuat syair.

Bila makna Islam pada Tuhan berserah diri
Maka dalam Islam semua kita hidup dan mati

Budayawan Ahmad Tohari yang malam itu turut hadir menganalisa, jika Islam dimaknai berserah diri kepada Tuhan, kita semua hidup dan mati dalam Islam menurutnya karya ini memiliki nilai sufi yang tinggi. Setidaknya Goethe telah mencapai puncak ekstase sufistik membaca Islam dan seluruh ajarannya.

Salah satu terjemahan kutipan puisi Goethe. Kitab Kedai Minuman, di halaman 109 buku Seri Keempat Puisi Jerman mengusik Kang Tohari. Apakah Al Quran abadi? Itu tak kupertanyakan! Apakah Al Quran ciptaan? Itu tak kutahu! Bahwa ia kitab segala kitab, Sebagai muslim wajib kupercaya. Tapi, bahwa anggur sungguh abadi, Tiada lah ku sangsi; Bahwa ia dicipta sebelum malaikat, Mungkin juga bukan cuma puisi. Sang peminum, bagaimanapun juga, Memandang wajahNya lebih segar belia.

Menurut Kang Tohari, anggur suatu keniscayaan yang bisa diukur oleh siapapun, tetapi Alquran tidak bisa dipahami secara saklek tapi butuh penafsiran.

‘’Adik-adik santriawan dan santriwati silakan membaca dengan seksama tetapi jangan lupa mencari pendamping yang bisa menerangkan tentang apa itu abadi,’’kata Kang Tohari seakan mengajak mengkaji lebih dalam syair Goethe dengan pisau analisa keilmuan Islam yang dimiliki santri.

KH Muhammad Yusuf Chudlori yang akrab disapa Gus Yusuf salah satu Pengasuh Pondok Pesantrek API Tegalrejo mengatakan, kebenaran mutlak berujung surga. Tetapi surga bukan hanya milik salah satu pihak.

Goethe yang sastrawan Barat, katanya, telah mendalami sufistik Islam dan meninggalkan ruang material sehingga memberikan penghargaan yang tepat kepada bangsa Timur.

Menurutnya, Berthold yang mengusung puisi-puisi Goethe malam itu sebagai pengalaman baru bagi para santri Tegalrejo. Suasana malam Maulud Nabi itu seakan membawa santri ke arah pemikiran dan pendalaman tentang Islam dari pandangan sastrawan Jerman.

No comments:

Post a Comment